Senin, 31 Agustus 2015

[Cerbung] CUBICLE #3





Episode sebelumnya : CUBICLE #2



* * *


Tiga


Meskipun bekerja di bawah satu atap gedung yang sama, Driya dan aku jarang bertemu. Aku sering keluar kantor untuk bertemu dengan klien atau turun langsung berburu properti untuk produksi iklan. Driya sendiri adalah ujung tombak kantor cabang developer yang dipegangnya. Posisi itu mengharuskannya bertatap muka dengan klien, atau terjun langsung ke lokasi proyek.

Kalau dia lagi ada di kantor, pukul 10 pagi selalu ada Whatsapp message masuk darinya. Mengajakku maksi bersama saat jam istirahat. Kalau sudah begini, aku terpaksa berpisah dengan geng sarapku.

Kamis, 27 Agustus 2015

[Cerbung] CUBICLE #2





Kisah sebelumnya : CUBICLE #1




* * *


Dua



Day after day, I'm more confused
So I look for the light in the pourin' rain
You know that's a game that I hate to loose
I'm feelin' the strain
Ain't it a shame

Oh, give me the beat boys and free my soul
I wanna get lost in your rock ‘n roll
And drift away
Oh, give me the beat boys and free my soul
I wanna get lost in your rock ‘n roll
And drift away...

... ... ...

Senin, 24 Agustus 2015

[Cerbung] CUBICLE #1





Prolog


“Yik…”

Aku menoleh. Driya tengah melepaskan cincin kawin di jari manis kanannya. Dia mengambil tanganku dan meletakkan cincin kawin itu di telapak tanganku.

“Tolong lu simpan ya, Yik…,” bisiknya.

Aku menatapnya tak percaya. “Jadi…?”

Driya cuma mengangguk sambil tersenyum. Aku tak dapat lagi menahan diri. Kupeluk laki-laki tinggi besar itu.

Tapi...

* * *

Sabtu, 22 Agustus 2015

[Cerpen Stripping] Bawakan Sepotong Mimpi #6





Fiksi kolaborasi dengan Ryan Mintaraga


Episode sebelumnya : Bawakan Sepotong Mimpi #5

* * *

Eric segera mengulurkan tangannya pada Didit ketika pintu kiri depan mobil terbuka dari luar. Didit pun segera menyambut uluran tangan itu dan menggendong Eric dengan sayang. Loli mengangkat bahu karenanya.

“Beberapa hari dimanja di sini kayaknya bisa terbawa sampai Surabaya deh, si Eric,” gumam Loli.

Jumat, 21 Agustus 2015

[Cerpen Stripping] Bawakan Sepotong Mimpi #5







Fiksi kolaborasi dengan Ryan Mintaraga



Episode sebelumnya : Bawakan Sepotong Mimpi #4

* * *

“Nanti habis antar Mas Sat, kamu jangan pulang dulu,” ucap Didit.

“Kamu bawain aku oleh-oleh dari Surabaya?” terdengar suara antusias itu dari seberang sana.

Didit tertawa. “Iya, aku bawa oleh-oleh buat kamu.”

“Asyiiik! Kamu memang temen yang jempolan, Dit! Eh, terus gimana kamu sama Loli?”

Kamis, 20 Agustus 2015

[Cerpen Stripping] Bawakan Sepotong Mimpi #4







Fiksi kolaborasi dengan Ryan Mintaraga



Episode sebelumnya : Bawakan Sepotong Mimpi #3

* * *

Wajah itu...

Keduanya sama-sama tersentak.

Itu... memang dia!

Didit dan Loli.

Keduanya saling menatap dalam diam.

Rabu, 19 Agustus 2015

[Cerpen Stripping] Bawakan Sepotong Mimpi #3






Fiksi kolaborasi dengan Ryan Mintaraga


Episode sebelumnya : Bawakan Sepotong Mimpi #2

* * *

Sulit rasanya konsentrasi pada pekerjaannya setelah sepotong nama Didit seolah kembali dalam hidupnya. Loli menatap layar laptopnya dengan wajah kuyu. Menahan pening yang mendera kepalanya.

Entah sudah berapa malam ia terserang insomnia dadakan. Seolah seluruh udara di dalam kamarnya penuh dengan huruf-huruf nama Didit beserta seluruh kenangan yang pernah ia miliki bersama laki-laki itu.

Selasa, 18 Agustus 2015

[Cerpen Stripping] Bawakan Sepotong Mimpi #2





Fiksi kolaborasi dengan Ryan Mintaraga


Episode sebelumnya : Bawakan Sepotong Mimpi #1

* * *

Didit menatap langit biru cerah berselimut kabut tipis di luar jendela pesawat. Butuh waktu berhari-hari baginya untuk memahami arti sebuah keinginan. Keinginan yang berlatar belakang kerinduan yang sangat pada sebuah nama. Pada satu sosok yang tak pernah bisa ia lupakan.

Loli.

Senin, 17 Agustus 2015

[Cerpen Stripping] Bawakan Sepotong Mimpi #1




Fiksi kolaborasi dengan Ryan Mintaraga


Dari balik kaca jendela city car-nya, Loli dapat melihat Bik Sarmi menggendong Eric sambil membuka pintu pagar. Senyum lebar Eric seketika mampu menghapuskan semua lelah yang diusung Loli sepanjang hari itu. Ketika pintu pagar terbuka lebar, Loli segera meluncurkan mobilnya masuk ke carport.

Sore, Bu Loli,” sapa Bik Sarmi begitu Loli keluar dari mobil.

Sore, Bik,” senyum Loli.

Kamis, 13 Agustus 2015

[Cerbung] Rinai Renjana Ungu #30





Kisah sebelumnya : Rinai Renjana Ungu #29



* * *



“Kamu mau tinggal di sini atau Bogor, An?” Steve menatap Anna dengan serius.

Tak ada kamar pengantin. Belum ada rumah baru. Belum ada keputusan akan tinggal di mana. Anna balik menatap Steve.

“Tapi kan kamu tahu aku punya usaha di sini, Mas.”

Senin, 10 Agustus 2015

[Cerbung] Rinai Renjana Ungu #29





Kisah sebelumnya : Rinai Renjana Ungu #28



* * *


Dengan kecepatan penuh, Steve mengemudikan mobilnya membelah jalanan. Berkali-kali dia melirik spion tengah, dan pemandangan di jok belakang tetap sama. Wajah karyawati Adita yang panik, dan wajah pucat pasi Adita yang terkulai tak sadarkan diri di sebelahnya. Rasa bersalahnya semakin menumpuk.

Siang itu dia memutuskan untuk mendatangi Adita dan meminta maaf pada gadis itu. Berharap segalanya berakhir manis dengan ucapan pengampunan dari Adita. Tapi yang dijumpainya adalah kejadian lain. Adita seakan menahan sakit yang amat sangat ketika dia datang. Untunglah dia masih sempat menangkap tubuh limbung itu sebelum terlambat.

Kamis, 06 Agustus 2015

[Cerbung] Rinai Renjana Ungu #28





Kisah sebelumnya : Rinai Renjana Ungu #27



* * *


Hampir seperti kesetanan Steve mengemudikan mobilnya. Tujuannya cuma satu. Menemui Adita. Tapi rumah mungil yang alamatnya dia dapat dari Muntadi itu kosong. Steve mendadak teringat. Pasti Adita ada di rumah sakit, menemani Rafael. Demi mengingat bahwa semuanya itu cuma sandiwara belaka, amarah Steve memuncak lagi. Dan dia sendiri sebenarnya tidak tahu, dia marah untuk apa.

Senin, 03 Agustus 2015

[Cerbung] Rinai Renjana Ungu #27





Kisah sebelumnya : Rinai Renjana Ungu #26



* * *


Dering pelan ponsel membuat Rafael terjaga. Ternyata dia sempat terlelap setelah Santosa, om sekaligus dokter yang memeriksanya, pulang. Tanpa melihat nama yang berkedip di layar ponselnya, Rafael pun menjawab pendek, “Halo...”

“Mas...”

“Dita?” Rafael mengerjapkan matanya.