Kamis, 27 April 2017

[Cerbung] Caramel Flan for Ronan #2

Dua


“Saaasyaaa...”

Panggilan dalam suara lembut berirama itu menggelitik pendengaran Sasya. Tapi rasanya kelopak matanya masih lengket. Sulit sekali terbuka.

“Tante Sasya... Bangun, dong... Sudah hampir jam sepuluh, nih!”

Senin, 24 April 2017

[Cerbung] Caramel Flan for Ronan #1

Satu


Buuufff...

Sambil mengembuskan napas kuat-kuat, Ronan menghempaskan tubuhnya ke sofa panjang di ruang tengah. Menjelang berakhirnya hari keempat, pekerjaan mereka tuntas sudah. Semua sudah rapi, tepat pada tempatnya. Lebih tepatnya lagi, persis seperti keinginan sang nyonya rumah. Dan saat ini perempuan itu tengah mondar-mandir dengan sehelai kertas dan bolpoin berada di kedua belah tangannya. Ronan menatapnya dengan lelah. Apalagi ketika kedua pasang mata mereka bertemu.

What’s next?
 

Sabtu, 22 April 2017

[Bukan Fiksi] ‘Telur’ Yang Hampir Menetas





Sampul novel "Eternal Forseti"


Setahun yang lalu, melalui Event “Tantangan 100 Hari Menulis Novel – FC”, saya mulai merangkai ‘cangkang’ untuk ‘telur’ yang akan saya ikut sertakan dalam event itu. Pada hari H penutupan event, dari 80 lebih peserta yang mendaftar, hanya 14 orang saja yang berhasil menyelesaikan ‘perteluran’-nya (‘telur’ saya “Eternal Forsetikatut, horeee!!!).

Kamis, 20 April 2017

[Cerbung] Caramel Flan for Ronan - Prolog








Prolog


Satu sendok terakhir caramel flan itu menghilang ke dalam mulut mungil seorang gadis kecil berpipi bulat berambut kriwil. Ia menatap ayahnya dengan sorot mata berlumur harapan di bawah naungan bulu mata yang berjajar lentik.

“Mau lagi, Yanda,” gumamnya.

Kamis, 13 April 2017

[Cerbung] Affogato #28 (Tamat)









Sebelumnya  



* * *


Dua Puluh Delapan


Maxi mengembuskan napas lega pelan-pelan. Pulang... Setelah enam belas hari dirawat akhirnya ia boleh pulang. Kondisinya sudah jauh membaik walaupun belum pulih seutuhnya. Masih harus hati-hati dalam bergerak. Ia duduk diam di sofa. Mengawasi Arlena yang sedang sibuk membereskan barang-barang mereka yang hendak dibawa pulang, dibantu oleh Pingkan. Sejak Maxi dipindahkan dari ICU, gadis itu nyaris tiap hari muncul.

Senin, 10 April 2017

[Cerbung] Affogato #27








Sebelumnya  



* * *


Dua Puluh Tujuh


Pelan tapi pasti, kondisi Maxi membaik. Sabtu pagi, ia sudah dipindahkan dari ruang ICU ke ruang rawat biasa. Olivia menarik napas lega karenanya. Donner yang selama Maxi dirawat di ICU selalu muncul menjenguk, kali ini datang menjelang siang bersama Pingkan dan orang tua gadis itu.

Kamis, 06 April 2017

[Cerbung] Affogato #26








Sebelumnya  



* * *


Dua Puluh Enam


Olivia meluncurkan kembali mobil Arlena setelah menurunkan Carmela di dekat gerbang sekolah. Sebenarnya ia lelah sekali. Semalaman ia berkali-kali terjaga. Entah kenapa. Tadi pagi-pagi sekali harus sudah bangun untuk menyiapkan sarapan menu khusus bagi Prima. Walaupun ada Muntik, tapi ia tetap harus menyiapkannya sendiri. Muntik mengolah menu lain untuk sarapan Olivia dan Carmela, dan untuk dibawa bagi Arlena dan Donner.

Rabu, 05 April 2017

[Bukan Fiksi] ngAdventure to ngEropah : Kalau Bohong Jangan Nanggung





Beberapa hari lalu, saya memulai 'perjalanan piknik' ke Eropa bersama Mak Eka Murti. Awalnya adalah obrolan biasa soal nulis fiksi (cerpen), karakter tokoh, referensi, dan background. Lalu loncat ke fake check-in, fakta, dan 'bohong'. Lama-lama jadi chit-chat yang makin absurd. Dan akhirnya kami berdua sepakat tahu-tahu sudah nyangkut transit di Zürich-Swiss (dari Jakarta-Indonesia ke Madrid-Spanyol). Nggak jelas berangkatnya kapan, pokoknya mak'bedunduk saja sudah sampai di Swiss dan bikin status di FB.

Selasa, 04 April 2017

[Cerbung] Affogato #25-2








Sebelumnya



* * *


Selesai!

Olivia menatap layar laptopnya dengan wajah puas setelah klik Save dokumen yang dikerjakannya. Pelan ia meregangkan punggung. Terdengar bunyi gemertak ringan. Ia menoleh ke arah meja Sandra. Kosong. Rupanya belum keluar dari ruangan Luken.

Senin, 03 April 2017

[Cerbung] Affogato #25-1










* * *


Dua Puluh Lima


Sudah lima hari sejak Prima pulang dari rumah sakit, tapi sikap laki-laki itu pada Arlena belum juga berubah. Tak banyak cakap, tetap dingin dan datar. Arlena sendiri maklum sepenuhnya. Ia merasa pantas mendapatkannya.

Masih bagus aku tidak ditendangnya keluar dari rumah...