Kamis, 28 September 2017

[Cerbung] Rahasia Enam Hati #8








Sebelumnya



* * *


Delapan


Rangkaian denting lirih nan merdu yang berasal dari ponsel di atas meja itu membuyarkan konsentrasi Sisi dalam memelototi layar laptop. Belum lama ia membuka laman akun Instagramnya. Mencoba mengintip sosok @sandermichael_prabandaru yang baru saja dikenalnya di ujung petang tadi. Dengan setengah hati, ia meraih ponselnya, menjawab panggilan telepon itu.

Hm... Danny...

“Ya, Dan?” sapanya.

“Belum tidur lu?”

“Udah. Nih, arwah gue lagi gentayangan,” tanpa sadar Sisi mencibir.

“Sarap lu!” diikuti tawa empuk dari seberang sana. “Eh, lu inget nggak gue pernah bilang temen kakaknya Kak Mia pengen kenalan sama lu?”

“Hm... em...,” samar-samar Sisi ingat pembicaraannya dengan Danny beberapa minggu lalu.

“Lu beneran mau?”

“Ya, kayak apa dulu orangnya, dooong...”

“Ini gue masih mau ketemuan besok. Kalau oke, gue rekomendasikan. Kalau enggak, ya, gue gantung aja.”

“Maksudnya lu gantung?” Sisi mengerutkan kening.

“Gue iya-in aja, tapi nggak bakal ada acara kenalan sama lu.”

“Terserah lu, deh! Oh, iya, Dion minta waktu kumpul bareng, kapan lu bisa?”

“Mm... Hari Minggu ini kayaknya bisa. Kenapa?”

“Lu tanya sendiri sama Dion, deh!”

“Oke, deh, ‘tar gue hubungin dia. Ya, udah, lu bobok lagi, dah. Gue juga mau nge-date sama kasur gue.”

Sisi tertawa ringan sebelum pembicaraan itu berakhir. Setelahnya, ia menghela napas panjang sambil meletakkan kembali ponselnya. Perhatiannya kembali jatuh pada layar laptop. Kali ini laman akun Instagram @sandermichael_prabandaru.

Ada cukup banyak foto di sana. Dalam berbagai acara dan kesempatan, dengan berbagai orang, di berbagai tempat, maupun berbagai caption. Salah satunya belum terlalu lama diunggah. Baru sekitar seminggu yang lalu. Sander dan seorang laki-laki yang usianya jauh lebih tua mengapit seorang perempuan yang memegang sebuah kue tart dengan rona wajah bahagia. Ada dua buah lilin angka 5 bertengger di atas kue tart. Ada caption di bawah foto itu. ‘Happy birthday, my beloved Mama. Papa and Sander always love you...’.

Hm... Mamanya cantik, papanya ganteng. Pantesan hasilnya good looking kayak gitu...

Sisi mengerucutkan bibirnya. Sedikit demi sedikit, ‘bentuk’ utuh Sander mulai terbayang. Dari foto ulang tahun sang mama itu, kelihatannya Sander anak tunggal, sama seperti dirinya.

Jangan-jangan anak mami? Ih!

Tapi Sisi segera tersadar. Dibantahnya pikirannya sendiri.

Ih, apa, sih? Belum apa-apa juga...

Diakui atau tidak, rasa tertarik itu ada. Laki-laki bernama Sander itu jelas-jelas bukanlah serupa ‘bandit’ seperti lima orang sahabatnya. Setelah Gerry, baru sekarang ia menyadari bahwa ‘syaraf rasa’-nya sedikit terusik. Ketertarikan pertama pada seorang lelaki setelah ia jauh lebih dewasa.

Dihelanya napas panjang. Sambil menyandarkan punggung, ia tetap menatap layar laptopnya. Beberapa detik kemudian ia tegak lagi. Kali ini tangannya mengarahkan kursor pada sebuah kotak di layar. Follow.

Dan, ia tak tahu apa yang akan terjadi besok-besok.

* * *

Lauren benar-benar ingin menutup halaman-halaman kisahnya bersama Erlanda yang diakhiri dengan warna kelabu itu. Ia sudah membuka lembaran baru yang dipenuhi aneka warna indah yang diguratkannya bersama Himawan dan Sisi.

Tapi kenapa dua potong nama itu masih juga bisa mengusikku?

Dengan sedikit putus asa, ia menyandarkan punggung. Malam di seantero ruang kerja itu sudah lama menghening. Dengan alasan hendak memulai proses editing sebuah naskah kumpulan cerpen yang baru masuk dua hari lalu, ia berpamitan pada Himawan dan keluar dari kamar tidur mereka yang nyaman. Himawan yang memahami betul pekerjaan Lauren tak pernah mempermasalahkan hal itu. Lauren dibiarkannya bekerja, dan ia sendiri menikmati lelapnya.

Lauren menarik napas panjang. Berusaha membebaskan dada dari sesaknya himpitan yang mendadak saja muncul, ketika beberapa puluh menit lalu Sisi mengucapkan nama itu dengan sangat jelas. Michael Sander.

Apakah Tuhan sedang bercanda? Apakah nama itu pada akhirnya benar-benar ada? Apakah...

Lauren terhenyak.

Mau tak mau nama itu menyeretnya pada sebuah kenangan. Tentang suatu senja di food court sebuah pusat perbelanjaan. Suatu senja saat ia dan Erlanda duduk berhadapan sambil menikmati semangkuk bakso lengkap dan es jeruk manis. Sambil bercakap tentang banyak hal.

* * *

Diam-diam Lauren menatap Erlanda. Laki-laki itu sedang asyik mengamati sepasang adik-kakak yang masih balita di meja sebelah. Seulas senyum menghiasi wajah tampannya.

Erlanda memang sangat menyukai anak-anak. Statusnya sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara dan satu-satunya laki-laki, membuatnya sudah menjadi paman dari seorang perjaka kecil berusia enam tahun, dan dua gadis mungil berusia tiga tahun dan tujuh bulan. Betapa Erlanda sangat menyayangi keponakan-keponakannya, Lauren memahami betul hal itu. Sikap yang membuat Erlanda jadi berlipat ganda ke-sexy-annya di mata Lauren.

“Lucu banget,” gumam Erlanda, masih menancapkan tatapannya pada sepasang balita itu.

“Pingin?” Lauren tertawa geli.

Erlanda mengalihkan tatapannya dan melabuhkan tatapan itu pada Lauren. Bibirnya masih tetap menyimpulkan senyum.

“Hm...,” gumam Erlanda. “Michael Sander. Bagus, nggak?”

“Hah?” Lauren sedikit ternganga. Benar-benar tak mengerti maksud Erlanda.

“Michael Sander,” ulang Erlanda. “Michael Sander Prabandaru. Entahlah, tapi rasanya nama itu gagah untuk seorang anak laki-laki. Anak laki-laki kita kelak.”

Lauren masih ternganga. Sejauh itu?

“Bagaimana menurutmu?” mata Erlanda masih memancarkan binar.

“Euh...,” Lauren menelan ludah.

Sesungguhnya ia tidak tahu harus bersikap bagaimana. Saat itu usianya dan Erlanda masih dua puluh lima tahun. Masih punya banyak mimpi yang mereka ingin capai. Tapi Lauren terseret binar yang berlompatan keluar dari dalam mata bening Erlanda.

“Aku ingin anak perempuan,” Lauren meringis. “Tapi punya anak laki-laki juga tak apa-apa.”

Erlanda tertawa. “Kalau anak kita perempuan, kamu ingin menamainya siapa?”

“Mm...,” Lauren berpikir sejenak. Hanya ada satu nama yang saat itu melintas dalam benaknya. “Proxima Centauri.”

“Ha! Sudah kuduga!” binar dalam mata Erlanda makin banyak berlompatan keluar. “Aku tahu kamu pasti akan memilih nama yang indah dari bintang-bintang.”

Lauren tersenyum, sedikit meringis.

Ia memang sangat menyukai bintang-bintang. Mengetahui banyak nama indah bertebaran di atas kepalanya setiap malam tiba. Dan Erlanda sangat memahami itu.

“Proxima Centauri...,” gumam Erlanda. “Benar, Ren,” angguknya. “Nama yang indah. Benar-benar indah.”

Tapi bukan seperti itu ceritanya Sisi kesayangannya bernama Proxima Centauri...

* * *

Lauren menghela napas panjang.

Setelah cinta Himawan, kelahiran Sisi adalah hal yang paling indah dalam hidupnya. Penantian dan kesabarannya bersama Himawan pada ujungnya berbuah manis. Di usianya yang sudah menginjak tiga puluh lima tahun, Lauren melahirkan Sisi, seorang bayi yang sangat cantik. Tak puas-puas ia dan Himawan menatap makhluk mungil itu.

Sesuai dengan perjanjian semula, Himawan-lah yang akan menamai bayi perempuan mereka. Bila yang terlahir laki-laki, maka Lauren-lah yang akan memberi nama. Saling silang. Tentu saja yang terpikir olehnya bukan Michael Sander. Walaupun masih ingat, tapi ia tetap ingin melupakan nama itu.

Ia cukup terperanjat ketika Himawan menggumamkan nama yang telah laki-laki itu pilih, Proxima Centauri. Proxima Centauri Adiatma. Ia yakin, tak pernah mencatat nama itu di mana pun sehingga tak mungkin seorang Himawan Adiatma akan memergokinya.



“Kenapa namanya seperti itu, Yah?” Lauren mengerutkan kening.

“Aku tahu kamu sangat menyukai bintang, Bun,” bisik Himawan. Membuat Lauren sejenak mengejang dalam pelukan Himawan. “Kupilih yang paling indah mengalun di telinga, untuk bayi cantik yang sudah kita tunggu selama enam tahun ini.”

Seolah ada bola besar menyumbat semua saluran dalam leher Lauren. Himawan selalu mengerti. Sangat mengerti.



Lauren menegakkan punggungnya.

Setelah semua yang kamu berikan untukku dan Sisi, Yah, tak akan kubiarkan ada sedikit pun hal tak penting lainnya mengganggu kebahagiaan kita!

Lauren mematikan laptop.

Siapa pun kamu, Michael Sander, jangan pernah berusaha untuk mengganggu ketenteraman keluargaku!

* * *


Ilustrasi : www.pixabay.com


Catatan :

1. PO IV novel “Eternal Forseti” dibuka kembali mulai hari Senin, 25 September 2017. Akan ditutup pada tanggal 10 Oktober 2017 pukul 23.59 (konfirmasi masuknya pembayaran). Silakan bagi para pengunjung FiksiLizz yang masih berkenan untuk memesannya. Caranya masih sama, silakan intip di SINI.

2. Teriring ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada Mas Chris Darmoatmojo yang sudah berkenan menuliskan resensi novel “Eternal Forseti” (yang dapat dibaca di SINI). May God bless you and fam always...



2 komentar:

  1. Sudah hari senin dari pagi sudah nongkrong nunggu post fiksi eh gk nongol 😂😂😂 makan dulu selagi menunggu.

    BalasHapus